Skip to main content

Serial Nafsiyyah [2]: Momentum Memperjuangkan Risalah Para Pemenang

Irfan Abu Naveed, M.Pd.I.

[Peneliti Balaghah Al-Qur’an & Hadits Nabawi]


Momentum lahirnya Rasulullah Saw ke muka bumi, bukan sekedar lahirnya anak keturunan Adam a.s., melainkan momentum menuju lahirnya risalah unggul yang diemban para pemenang, risalah yang wajib dimenangkan atas seluruh agama dan keyakinan:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ {٩}

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS. Al-Shaff [61]: 9)

Allah ’Azza wa Jalla ketika memperkenalkan Din-Nya menegaskan li yuzhhirahu ‘alâ al-dîn kullihi, diawali huruf lâm al-ta’lîl menjadi penanda hikmah turunnya risalah Islam sebagai petunjuk dan satu-satunya Din yang benar, hadir untuk diunggulkan atas seluruh agama (tanpa pengecualian). Al-Syaikh Muhammad ’Ali al-Shabuni menukil maqâlah Abu Su’ud al-’Imadi (w. 982 H) dalam Shafwat al-Tafâsîr (VIII/245) yang menuturkan:

“Dan sungguh Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya dengan kecenderungan kepada Din Islam, dimana ia menjadi topik pembicaraan, tidak lah tersisa agama dari berbagai agama yang ada, melainkan ia telah terkalahkan dan tertundukkan oleh Din Islam.”

Adalah risalah Islam menjadi rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiyâ’ [21]: 107), menjadi sebab kemuliaan orang-orang beriman (QS. Al-Munâfiqûn [63]: 8), dimana isyarat-isyarat kemenangan pun mengemuka dalam berbagai petunjuk tersurat dan tersirat.

Isyarat Kemenangan dalam Momentum Kelahiran Rasulullah Saw

Isyarat kemenangan bahkan telah mengemuka pada momentum detik-detik kelahiran Rasulullah Saw ke dunia yang dihiasi dengan beragam peristiwa luar biasa (khawâriq li al-’âdah), yang mencerminkan irhâshât (berbagai tanda karâmah bagi calon nabi), yang disepakati terlahir ke dunia pada Hari Senin di Makkah al-Mukarramah pada ’Âm al-Fîl, yakni di tahun Gajah, sebagai kinâyah dari peristiwa datangnya serbuan pasukan Gajah dan Abrahah dari Habasyah yang hendak menghancurkan Ka’bah, namun berakhir dengan kebinasaannya (lihat: QS. Al-Fîl [105]: 1-5).

Para ulama pakar sîrah, Al-Imam al-Baihaqi (w. 458 H) dalam Dalâ’il al-Nubuwwah (I/126), al-Hafizh Ibn Katsir (w. 774 H) dalam Al-Sîrah al-Nabawiyyah (I/215), sebagaimana diringkas dalam kitab Al-Rahîq al-Makhtûm (hlm. 45) karya Al-Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri (w. 1427 H), mengisahkan berbagai khawâriq li al-’âdah yang menandakan akan tunduknya segala agama-agama yang menyimpang dari ajaran Allah kepada Islam, di antaranya:

“Diriwayatkan bahwa berbagai macam kejadian luar biasa tanda kenabian terjadi ketika kelahiran Nabi Saw, hancurnya empat belas balkon Istana Kisra (Persia), padamnya api yang disembah penganut Majusi (sebelumnya tidak pernah padam selama 1000 tahun), runtuhnya gereja-gereja di daerah Buhairah setelah sebelumnya ambles.”

Maha benar Allah yang berfirman:

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا {٨١}

“Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap." Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isrâ’ [17]: 81)

Al-Syaikh Ali al-Shabuni dalam Shafwat al-Tafâsîr (II/158) menjelaskan yakni Allah mengunggulkan Din-Nya di atas agama-agama, dimana Allah memancarkan cahaya kebenaran dan sinarnya yakni Din Islam, dan melenyapkan kebatilan dan penyokongnya. Maka momentum lahirnya Nabi Saw, hakikatnya momentum terbitnya fajar kemenangan Islam. Benarlah apa yang disenandungkan Al-’Abbas bin ’Abdul Muthallib r.a. pada momentum lahirnya beliau Saw:

وَأَنْتَ لَمَّا وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ الأَرْضُ ٭ وَضَاءَتْ بِنُورِكَ الأُفُقُ

فَنَحْنُ مِنْ ذَلِكَ النُّورِ فِي الضِّيَاءِ ٭ وسُبْلِ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ

“Engkau lah yang tatkala dilahirkan maka termuliakan Bumi ini * Bersinar dengan cahayamu ufuk sana.”

“Maka dari cahaya tersebut kami berada dalam sinar terang * dan jalan-jalan petunjuknya.”

Tidak berhenti pada berbagai fenomena luar biasa di atas, selama hidupnya Rasulullah Saw pun mengabarkan berbagai janji kemenangan umat Islam; tegaknya kekhilafahan di atas manhaj kenabian, takluknya Konstantinopel dan Rûm, kekuasaan umat dari Timur hingga Barat, dan lainnya yang seluruhnya menuntut pembenaran, Al-Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H):

وَأَوْجَبَ التَّصْدِيْقَ لِلأَمِيْنِ ٭ فِيْ كُلِّ مَا جَاءَ بِهِ فِيْ الدِّيْنِ

“Dan (Dia) mewajibkan pembenaran atas al-Amîn * dalam setiap hal yang datang dalam perkara al-Dîn”

Visi Generasi Pemenang

Visi agung sebagai pemenang ini yang kemudian tampak pada lisan yang terucap dalam pernyataan Rib'i bin ‘Amir r.a., salah seorang pejuang Islam yang mulia dan pemberani, tatkala ia diutus Panglima Jihad, Sa’ad bin Abi Waqqash r.a., menjumpai Rustum (pemimpin pasukan Persia) yang mengundangnya untuk menjelaskan visi kaum Muslim mendatangi wilayahnya, sebelum meletus pertempuran al-Qadisiyyah (636 M). Rustum bertanya: “Apa tujuan yang membawa kalian ke sini?”

Rib'i bin ‘Amir r.a. menegaskan:

لقد ابتعثنا اللهُ لنخرج العباد من عبادة العباد إلى عبادة رب العباد، ومن جور الأديان إلى عدل الإسلام، ومن ضيق الدنيا إلى سعة الدنيا والآخرة

“Sesungguhnya Allah telah mengirim kami untuk mengeluarkan hamba dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Rabb-nya para hamba (Allah) semata, dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam, dan dari dari kesempitan dunia menuju kelapangan dunia dan akhiratnya.”

Adalah merdeka, dibuktikan dengan penyembahan terhadap Allah semata, dan sikap mengunggulkan Islam yang Allah ridhai di atas segala keyakinan dan pandangan hidup selainnya, tidak ada jalan kemuliaan kecuali dengan Islam, tidak ada solusi bagi persoalan hidup di dunia melainkan dengan menerapkan Islam.

Perjuangan di Akhir Zaman: Penuh Tantangan

Bukan tanpa tantangan, jauh-jauh hari bahkan Rasulullah bersabda memotivasi para pejuang untuk menantang badai, menghadapi ujian untuk menaikkan kedudukan mereka di hadapan-Nya:

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَإِنَّ أُمَّتَكُمْ هَذِهِ جُعِلَ عَافِيَتُهَا فِي أَوَّلِهَا وَسَيُصِيبُ آخِرَهَا بَلَاءٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا وَتَجِيءُ فِتْنَةٌ فَيُرَقِّقُ بَعْضُهَا بَعْضًا وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ مُهْلِكَتِي ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ هَذِهِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنْ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ

“Sesungguhnya tidaklah seorang nabi sebelum diriku diutus, melainkan ia pasti menuntun umatnya kepada kebaikan yang telah ia ketahui (diajarkan Allah) kepada mereka, dan memperingatkan mereka atas bahaya yang ia ketahui (mengancam) mereka. Dan sesungguhnya umat kalian ini, dijadikan keselamatan pada permulaannya, dan yang terakhir akan ditimpa cobaan dan berbagai perkara yang kalian ingkari (tidak disukai), lalu timbul fitnah (bencana) hingga satu sama lain saling merendahkan, dan timbul fitnah hingga seorang mukmin berkata: “Ini lah yang membinasakanku!”, kemudian fitnah tersebut hilang, dan timbul fitnah lainnya hingga seorang mukmin lainnya berkata: “Ini! Ini!”. Maka siapa saja yang ingin terbebas dari siksa neraka, dan memasuki jannah-Nya, hendaklah ia menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah, Hari Akhir, dan hendaklah ia berjasa menghadirkan kepada orang-orang sesuatu yang ia sukai untuk dihadirkan kepadanya (suatu kebaikan).” (HR. Muslim, Al-Nasa’i)

Hadits yang mulia ini memperingatkan tibanya masa tatkala fitnah datang silih berganti (cobaan berat), dan mereka yang selamat adalah mereka yang istiqamah dalam keimanan dan keikhlasan berjuang menegakkan Islam hingga maut menjemput. Hidup mulia sebagai pejuang Islam, atau mati syahid sebagai pemenang, bukan kah ia sebaik-baiknya keadaan? []

Comments

Popular posts from this blog

Balaghah Hadits [4]: Ganjaran Agung Menghidupkan Sunnah Kepemimpinan Islam

Kajian Hadits: Man Ahya Sunnati Oleh: Irfan Abu Naveed [1] S alah satu dalil al-Sunnah, yang secara indah menggambarkan besarnya pahala menghidupkan sunnah, termasuk di antaranya sunnah baginda Rasulullah ﷺ dalam hal kepemimpinan umat (imamah) adalah hadits dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:   «مَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ» “Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka sungguh ia telah mencintaiku, dan siapa saja yang mencintaiku, maka ia bersamaku menjadi penghuni surga.” (HR. Al-Tirmidzi, al-Marwazi, al-Thabarani, al-Lalika’i, Ibn Baththah dan Ibn Syahin) Keterangan Singkat Hadits HR. Al-Tirmidzi dalam Sunan- nya (no. 2678, bab بَابُ مَا جَاءَ فِي الأَخْذِ بِالسُّنَّةِ وَاجْتِنَابِ البِدَعِ ), ia berkata: “Hadits ini hasan gharib dari jalur ini.”; Abu Abdillah al-Marwazi dalam Ta’zhîm Qadr al-Shalât (no. 714); Al-Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Awsath (no. 9439); Al-Lalika’i d

Mendudukkan Hadits “Aku Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak yang Mulia”

Oleh: Irfan Abu Naveed, M.Pd.I A.   Mukadimah Di zaman ini umat islam seringkali disuguhkan dengan berbagai syubhat yang cukup mengkhawatirkan karena merusak pemahaman dan lebih jauh lagi amal perbuatan. Dan di antara syubhat yang berbahaya dan nyata bahayanya adalah kekeliruan memahami hadits-hadits yang mulia untuk menjustifikasi pemahaman yang salah sehingga malah bertentangan dengan maksud dari hadits-hadits itu sendiri, menjauhkan umat dari perjuangan menegakkan syari’at Islam kâffah dalam kehidupan. Di antaranya hadits-hadits yang berkaitan dengan diutusnya Rasulullah – shallallâhu ‘alayhi wa sallam - untuk menyempurnakan akhlak yang mulia: إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ “ Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. ” Beberapa waktu yang lalu, dalam diskusi mengenai kitab Nizham al-Islam salah satu panelis menjadikan hadits tentang akhlak sebagai dalil untuk menolak wajibnya menegakkan Negara Islam, Khilafah Islamiyyah.

Soal Jawab Mengenai Adopsi Penemuan Barat, Epistemologi Islam & Barat

Pertanyaan Bagaimana seorang muslim merespon temuan-temuan Barat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang berbasis empiris? Jelaskan apa yang dimaksud dekonstruksi epistemologi Islam dan apakah hal ini diperlukan masyarakat muslim hari ini? Apa yang anda pahami tentang epistemologi Barat dan apakah ada titik temu antara epistemologi Barat dan epistemologi Islam? Jawaban Soal Ke-1:   Bagaimana seorang muslim merespon temuan-temuan Barat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang berbasis empiris? Jawaban Penemuan-penemuan Barat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang berbasis empiris, semisal ilmu teknologi, boleh kita adopsi. Hal itu sebagaimana dijelaskan para ulama, di antaranya al-‘Allamah Taqiyuddin bin Ibrahim (w. 1977) dalam kitab Nizhâm al-Islâm, bab. Al-Hadhaarah al-Islaamiyyah. Ilmu pengetahuan yang berbasis empiris misalnya ilmu penyerbukan dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik  - radhiyaLl â hu 'anhu - : أَنّ النَّبِيَّ  -صل