Irfan Abu Naveed, M.Pd.I.
[Peneliti Balaghah Al-Qur’an & Hadits Nabawi]
Momentum lahirnya Rasulullah Saw ke muka bumi, bukan sekedar lahirnya anak keturunan
Adam a.s., melainkan momentum menuju lahirnya risalah unggul yang diemban para
pemenang, risalah yang wajib dimenangkan atas seluruh agama dan keyakinan:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ
رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ
وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ {٩}
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (QS. Al-Shaff [61]: 9)
Allah ’Azza wa Jalla ketika memperkenalkan Din-Nya menegaskan li yuzhhirahu ‘alâ al-dîn kullihi, diawali huruf lâm al-ta’lîl menjadi penanda hikmah turunnya risalah Islam sebagai petunjuk dan satu-satunya Din yang benar, hadir untuk diunggulkan atas seluruh agama (tanpa pengecualian). Al-Syaikh Muhammad ’Ali al-Shabuni menukil maqâlah Abu Su’ud al-’Imadi (w. 982 H) dalam Shafwat al-Tafâsîr (VIII/245) yang menuturkan:
“Dan sungguh Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya
dengan kecenderungan kepada Din Islam, dimana ia menjadi topik pembicaraan,
tidak lah tersisa agama dari berbagai agama yang ada, melainkan ia telah
terkalahkan dan tertundukkan oleh Din Islam.”
Adalah risalah Islam menjadi rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiyâ’ [21]:
107), menjadi sebab kemuliaan orang-orang beriman (QS. Al-Munâfiqûn [63]: 8),
dimana isyarat-isyarat kemenangan pun mengemuka dalam berbagai petunjuk
tersurat dan tersirat.
Isyarat Kemenangan dalam Momentum Kelahiran Rasulullah Saw
Isyarat kemenangan bahkan telah mengemuka pada momentum detik-detik
kelahiran Rasulullah Saw ke dunia yang dihiasi dengan beragam peristiwa luar
biasa (khawâriq li al-’âdah), yang
mencerminkan irhâshât (berbagai tanda karâmah bagi calon nabi), yang
disepakati terlahir ke dunia pada Hari Senin di Makkah al-Mukarramah pada ’Âm
al-Fîl, yakni di tahun Gajah, sebagai kinâyah dari peristiwa
datangnya serbuan pasukan Gajah dan Abrahah dari Habasyah yang hendak
menghancurkan Ka’bah, namun berakhir dengan kebinasaannya (lihat: QS. Al-Fîl
[105]: 1-5).
Para ulama pakar sîrah, Al-Imam al-Baihaqi (w. 458 H) dalam Dalâ’il
al-Nubuwwah (I/126), al-Hafizh Ibn Katsir (w. 774 H) dalam Al-Sîrah
al-Nabawiyyah (I/215), sebagaimana diringkas dalam kitab Al-Rahîq
al-Makhtûm (hlm. 45) karya Al-Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri (w.
1427 H), mengisahkan berbagai khawâriq li al-’âdah yang menandakan akan
tunduknya segala agama-agama yang menyimpang dari ajaran Allah kepada Islam, di
antaranya:
“Diriwayatkan bahwa berbagai macam kejadian luar biasa
tanda kenabian terjadi ketika kelahiran Nabi Saw, hancurnya empat belas balkon
Istana Kisra (Persia), padamnya api yang disembah penganut Majusi (sebelumnya
tidak pernah padam selama 1000 tahun), runtuhnya gereja-gereja di daerah
Buhairah setelah sebelumnya ambles.”
Maha benar Allah yang berfirman:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ
وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا {٨١}
“Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap."
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isrâ’ [17]: 81)
Al-Syaikh Ali al-Shabuni dalam Shafwat
al-Tafâsîr (II/158) menjelaskan yakni Allah mengunggulkan Din-Nya di atas
agama-agama, dimana Allah memancarkan cahaya kebenaran dan sinarnya yakni Din
Islam, dan melenyapkan kebatilan dan penyokongnya. Maka momentum lahirnya Nabi
Saw, hakikatnya momentum terbitnya fajar kemenangan Islam. Benarlah apa yang disenandungkan Al-’Abbas bin ’Abdul Muthallib r.a. pada
momentum lahirnya beliau Saw:
وَأَنْتَ لَمَّا
وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ الأَرْضُ ٭ وَضَاءَتْ بِنُورِكَ الأُفُقُ
فَنَحْنُ مِنْ
ذَلِكَ النُّورِ فِي الضِّيَاءِ ٭ وسُبْلِ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ
“Engkau lah yang tatkala dilahirkan maka termuliakan Bumi
ini * Bersinar dengan cahayamu ufuk sana.”
“Maka dari cahaya tersebut kami berada dalam sinar terang
* dan jalan-jalan petunjuknya.”
Tidak berhenti pada berbagai fenomena luar biasa di atas, selama hidupnya Rasulullah
Saw pun mengabarkan berbagai janji kemenangan umat Islam; tegaknya kekhilafahan
di atas manhaj kenabian, takluknya Konstantinopel dan Rûm, kekuasaan
umat dari Timur hingga Barat, dan lainnya yang seluruhnya menuntut pembenaran, Al-Syaikh
Nawawi al-Bantani (w. 1314 H):
وَأَوْجَبَ
التَّصْدِيْقَ لِلأَمِيْنِ ٭ فِيْ كُلِّ مَا جَاءَ بِهِ فِيْ الدِّيْنِ
“Dan
(Dia) mewajibkan pembenaran atas al-Amîn * dalam setiap hal yang datang dalam
perkara al-Dîn”
Visi Generasi Pemenang
Visi agung sebagai pemenang ini yang kemudian tampak pada lisan yang
terucap dalam pernyataan Rib'i bin ‘Amir r.a., salah seorang pejuang Islam yang
mulia dan pemberani, tatkala ia diutus Panglima Jihad, Sa’ad bin Abi Waqqash
r.a., menjumpai Rustum (pemimpin pasukan Persia) yang mengundangnya untuk
menjelaskan visi kaum Muslim mendatangi wilayahnya, sebelum meletus pertempuran
al-Qadisiyyah (636 M). Rustum bertanya: “Apa tujuan yang
membawa kalian ke sini?”
Rib'i bin ‘Amir r.a. menegaskan:
لقد ابتعثنا اللهُ لنخرج العباد من عبادة
العباد إلى عبادة رب العباد، ومن جور الأديان إلى عدل الإسلام، ومن ضيق الدنيا إلى
سعة الدنيا والآخرة
“Sesungguhnya Allah telah mengirim kami untuk mengeluarkan hamba dari
penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Rabb-nya para hamba (Allah)
semata, dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam, dan dari dari
kesempitan dunia menuju kelapangan dunia dan akhiratnya.”
Adalah merdeka, dibuktikan dengan penyembahan terhadap Allah semata, dan
sikap mengunggulkan Islam yang Allah ridhai di atas segala keyakinan dan
pandangan hidup selainnya, tidak ada jalan kemuliaan kecuali dengan Islam,
tidak ada solusi bagi persoalan hidup di dunia melainkan dengan menerapkan
Islam.
Perjuangan di Akhir Zaman: Penuh Tantangan
Bukan tanpa tantangan, jauh-jauh hari bahkan Rasulullah ﷺ bersabda memotivasi para pejuang untuk menantang
badai, menghadapi ujian untuk menaikkan kedudukan mereka di hadapan-Nya:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ
يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا
يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَإِنَّ أُمَّتَكُمْ هَذِهِ جُعِلَ عَافِيَتُهَا فِي أَوَّلِهَا
وَسَيُصِيبُ آخِرَهَا بَلَاءٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا وَتَجِيءُ فِتْنَةٌ
فَيُرَقِّقُ بَعْضُهَا بَعْضًا وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ
هَذِهِ مُهْلِكَتِي ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ
هَذِهِ هَذِهِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنْ النَّارِ وَيُدْخَلَ
الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Sesungguhnya tidaklah seorang nabi sebelum diriku diutus, melainkan ia
pasti menuntun umatnya kepada kebaikan yang telah ia ketahui (diajarkan Allah)
kepada mereka, dan memperingatkan mereka atas bahaya yang ia ketahui (mengancam)
mereka. Dan sesungguhnya umat kalian ini, dijadikan keselamatan pada
permulaannya, dan yang terakhir akan ditimpa cobaan dan berbagai perkara yang
kalian ingkari (tidak disukai), lalu timbul fitnah (bencana) hingga satu sama
lain saling merendahkan, dan timbul fitnah hingga seorang mukmin berkata: “Ini
lah yang membinasakanku!”, kemudian fitnah tersebut hilang, dan timbul fitnah
lainnya hingga seorang mukmin lainnya berkata: “Ini! Ini!”. Maka siapa saja
yang ingin terbebas dari siksa neraka, dan memasuki jannah-Nya, hendaklah ia
menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah, Hari Akhir, dan
hendaklah ia berjasa menghadirkan kepada orang-orang sesuatu yang ia sukai untuk
dihadirkan kepadanya (suatu kebaikan).” (HR. Muslim,
Al-Nasa’i)
Hadits yang mulia ini memperingatkan tibanya masa tatkala fitnah datang
silih berganti (cobaan berat), dan mereka yang selamat adalah mereka yang
istiqamah dalam keimanan dan keikhlasan berjuang menegakkan Islam hingga maut
menjemput. Hidup mulia sebagai pejuang Islam, atau mati syahid sebagai
pemenang, bukan kah ia sebaik-baiknya keadaan? []
Comments
Post a Comment