Irfan
Abu Naveed, M.Pd.I
(Peneliti Raudhah Tsaqafiyyah Jawa Barat)
R
|
amadhan al-mubarak diperkenalkan para ulama
rabbani sebagai syahr al-jihad, ditunjukkan oleh besarnya pengorbanan
Rasulullah Saw dan para sahabat di masa lalu ketika berjuang di bulan suci
Ramadhan, demi tegaknya Islam dalam kehidupan, hingga Islam pun menginjakkan
kakinya di bumi nusantara. Ditandai dengan kemenangan demi kemenangan
monumental nan bersejarah bagi kehidupan umat manusia bi nashriLlah:
Pertama, Perang Badar al-Kubra, yang menandai peristiwa politik: momentum
penanda eksisnya kekuatan politik Daulah Islamiyyah yang dikepalai langsung
oleh Rasulullah Saw, berpusat di Yastrib (Madinah al-Munawwarah) pasca
hijrahnya Rasulullah Saw dan para sahabat dari Mekkah, setelah meraih dukungan
riil dari ahl al-quwwah (suku Aus dan Khazraj) yang diproklamirkan dalam
Bai’at Aqabah II.
Kedua, Fath Makkah, yang menandai peristiwa politik meluasnya kekuasaan politik Daulah
Islamiyyah, dari Madinah berekspansi hingga ke Makkah, dengan tunduknya kaum
Musyrik Quraysyi kepada kekuasaan Islam, hingga mereka pun berbondong-bondong
masuk Islam, dimana peristiwa agung ini diabadikan dalam QS. Al-Nashr [110]:
1-3 sebagai buah pertolongan-Nya:
إِذَا
جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ {١} وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ
اللَّهِ أَفْوَاجًا {٢} فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ
إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا {٣}
”Apabila telah datang pertolongan
Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. Al-Nashr [110]: 1-3)
Momentum fath Makkah jelas menandai lahirnya babak
baru: era futuhat hingga Islam pun sampai ke Bumi Nusantara, menebarkan rahmat
bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya [21]: 107). Menariknya, kedua kemenangan besar
tersebut terjadi ketika umat Islam menegakkan ibadah shaum Ramadhan, maka
sangat relevan jika bulan Ramadhan pun harus dijadikan sebagai momentum pengokoh
perjuangan Islam, sebagaimana relevannya pengharapan terwujudnya kebangkitan Islam
dan kaum Muslim, dengan tegaknya kembali kehidupan Islam dalam naungan al-Khilafah
’ala minhaj al-nubuwwah, sistem politik yang diwariskan oleh salafuna
al-shalih: sebagaimana bisyarah Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.
Dari
Hudzaifah r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ
النُّبُوَّةِ»
“Kemudian
akan tegak kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad dan al-Bazzar).
Maka relevan jika Ramadhan al-mubarak kita jadikan
sebagai momentum pengokoh dakwah Islam, bukan waktunya berpangku tangan
bermalas-malasan, jika dahulu jihadnya Rasulullah Saw adalah qital al-’aduww
fi sabiliLlah (memerangi musuh Islam di jalan Allah), maka saat ini pesan
perjuangan Rasulullah Saw tersebut ditafsirkan dalam bentuk dakwah menegakkan
kembali kehidupan Islam, mendakwahi masyarakat hingga mengetuk pintu-pintu
penguasa. Imam Ibn Qayyim
al-Jauziyyah (w. 751 H) ketika menguraikan bentuk jihad, menggolongkan dakwah
dengan hujjah bagian dari seutama-utamanya jihad:
”Sesungguhnya Rasulullah Saw menuntut ilmu bagian dari
amal perbuatan di jalan Allah, karena dengan ilmu tegak fondasi-fondasi Islam,
sebagaimana Islam pun tegak dengan jihad, maka Din ini tegak dengan ilmu dan
jihad, dan oleh karena itu jihad ada dua macam:
Pertama,
Jihad dengan tangan dan tombak (senjata) (al-jihaad bi al-yadd wa al-sanaan),
ini yang diikuti oleh banyak orang (yakni pada umumnya manusia, mencakup orang
awam dan ahli ilmu).
Kedua,
Jihad dengan hujjah (argumentasi syar'i) dan penjelasan (al-jihaad bi
al-hujjah wa al-bayaan), ini merupakan jihad orang pilihan yang meniti
jalan Rasulullah Saw, ini adalah jihadnya para pemimpin umat (al-Imam), dan
seutama-utamanya jihad, karena besar manfaatnya, banyak persiapan bekalnya dan
banyak musuhnya.” (Miftâh Dâr al-Sa'âdah, I/70)
Tentu kaum Muslim tak
ingin seperti kaum yang duduk-duduk berdiam diri, berpangku tangan menunggu
pertolongan turun dari langit, padahal Rasulullah Saw telah beramal,
menggariskan jalan dakwah bagi umatnya, dan memberikan keteladanan
sebaik-baiknya keteladanan, hingga salah seorang sahabat yang mulia pun
bersaksi dalam sya’irnya, dinukil oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam Al-Bidâyah
wa al-Nihâyah (IV/535):
لَئِنْ قَعَدْنَا وَالنَّبِيُّ يَعْمَلُ
* لَذَاكَ مِنَّا الْعَمَلُ
الْمُضَلّلُ
“Betapa kita duduk
menganggur, sedangkan Rasul Saw asyik bekerja”
“Sungguh ia perbuatan sesat menyesatkan.”
Benar bahwa jalan dakwah memang tak mudah, namun diam dan
menyerah bukanlah karakter umat yang layak menyandang predikat khayr
ummat[in]. Allâh al-Musta’ân.
وَمَنْ يَتَهَيَّبُ صُعُوْدَ الجِبَالِ * يَعِشْ أَبَدَ الدَّهْرِ بَيْنَ الحُفَرِ
“Siapa yang takut naik
gunung * Akan hidup di antara lubang selamanya.”
Mari jadikan
Ramadhan sebagai momentum memantaskan diri sebagai orang yang berdakwah
menolong DinuLlah, manakala dakwah ilaLlâh merupakan salah
satu amal shalih yang menjadi sebab turunnya pertolongan Allah dalam
firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ {٧}
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menolong
(Din) Allah, maka Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (QS. Muhammad
[47]: 7)
📋 Irfan Abu
Naveed Al-Atsari
▫️Peneliti di
Raudhah Tsaqafiyyah Daerah Jawa Barat
▫️Penulis buku
kajian tafsir & balaghah "Menggugah Nafsiyyah Dakwah Berjama'ah"
▫️Pengasuh
Majelis Baitul Ummah Cianjur
Comments
Post a Comment