
Salah satu
konvensi (tradisi) keilmuan dalam penulisan karya ilmiah, yang dijaga dalam
dunia akademisi khususnya adalah kelengkapan dan keakuratan data, berupa teori
yang dirujuk kepada para ahli. Jika penulis itu sendiri adalah ahli/pakar yang
melakukan penelitian teruji dan layak berteori maka tidak menjadi soal.
Poin yang
menjadi masalah jika tulisan tersebut ditulis oleh orang yang jelasnya bukan pakar, tidak merujukkan pandangannya kepada
para pakar, sehingga tampak seakan berteori sendiri. Tulisan seperti ini, layak
dikatakan tulisan mentah minimal dari segi metodologi penulisannya, jika
diujikan di hadapan para pakar otomatis tertolak (mardud). Belum lagi jika
berbicara tentang uji keakuratan kontennya, jika bukan pakar lalu berteori
sendiri maka bisa dibayangkan ada banyak potensi kesalahan, jika tulisan itu
berkaitan dengan tsaqafah Islam, maka akan ada banyak potensi kesesatan di
dalamnya (sesat informasi), bukti-buktinya tidak sulit untuk dicari.
Bagaimana
jadinya jika awam berasumsi soal keilmuan? Berbahaya, maka jika kita tak
menjaga tradisi keilmuan ini, akan ada banyak tulisan sesat menyesatkan yang
harus dijustifikasi, tanpa verifikasi, dan ini tak bisa dibiarkan.
Terlebih jika
tulisan seperti itu ditujukan untuk mengkritisi teori yang dirumuskan pakar,
misalnya tulisan yang ditulis oleh orang yang bukan pakar (majhul keilmuannya,
bukan pakar ulum syar'iyyah), yang ditujukan untuk mengkritisi produk ilmiah
hasil ijtihad ulama yang dikenal kepakarannya berijtihad, maka otomatis tulisan
mentah seperti ini mardud, tertolak dari asasnya.
Bagi kita
yang memahami kaidah keilmuan, tak perlu sibuk sendiri menanggapi tulisan
mentah seperti itu, penulisnya diingatkan saja agar memperbaiki tulisannya, dan
lebih jauh lagi diingatkan agar memperbaiki "kesadarannya", kita
siapa dibandingkan para ulama mujtahid ini? Allah al-Musta'an.
Al-Imam
Al-Hasan al-Bashri -radhiyallahu 'anhu- berpesan:
لا تكن ممن يجمع علم العلماء وطرائف الحكماء ويجري في
العمل مجرى السفهاء
”Janganlah
engkau menjadi golongan orang yang gemar mengumpulkan ilmu para ahli ilmu,
kebajikan-kebajikan orang-orang bijak, namun ia beramal seperti amalan
orang-orang pandir.” (Abu Hamid al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, Beirut: Dar
al-Ma'rifah, juz I, hlm. 59)
======
Irfan
Abu Naveed, M.Pd.I
:: Dosen Bahasa Arab/ Akademisi di salah satu STIBA & Ma'had Ilmu Al-Qur'an wa Tafsir
:: Penulis buku-buku kajian tafsir & balaghah
:: Dosen Bahasa Arab/ Akademisi di salah satu STIBA & Ma'had Ilmu Al-Qur'an wa Tafsir
:: Penulis buku-buku kajian tafsir & balaghah
Comments
Post a Comment