 |
Raudhah Tsaqafiyyah Jawa Barat |
Syarah Atas Qaul Syaikh Hamad bin Atiq "Orang yang Paling Dibenci Allah", yang Dinukil Oleh Raudhah Tsaqafiyyah Jawa Barat
Pertanyaan
Assalamualaikum ustad, ana mau menanyakan ttg satu quote yg ana dapatkan dari
share d bbrp grup dakwah, berikut:
======
ORANG YANG PALING DIBENCI ALLAH
Al-Allamah Hamad bin Atiq rahimahullah berkata:
فلو
قدر أن رجلاً يصوم النهار ويقوم الليل ويزهد في الدنيا كلها، وهو مع ذلك لا يغضب
ولا يتمعر وجهه ويحمر لله، فلا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن المنكر، فهذا الرجل من
أبغض الناس عند الله وأقلهم ديناً؛ وأصحاب الكبائر أحسن حالا عند الله منه.
"Seandainya seseorang banyak berpuasa di
siang hari dan banyak mengerjakan shalat malam serta zuhud terhadap dunia
semuanya, namun bersamaan itu dia tidak marah, tidak berubah wajahnya dan tidak
memerah karena Allah, lalu dia tidak menyuruh yang ma'ruf dan tidak pula
melarang kemungkaran, maka orang semacam ini termasuk orang yang paling dibenci
oleh Allah dan paling rendah agamanya, dan para pelaku dosa-dosa besar lebih
baik keadaannya di sisi Allah dibandingkan orang semacam ini." [Ad-Durarus
Saniyyah, jilid 8 hal. 78]. @raudhahtsaqafiyah
======
Apakah maknanya ustad? Ana merasa perlu
menanyakan k ust Irfan krn disitu tercantum Raudhah tsaqofiyah (AN)
Jawaban
وعليكم
السلام ورحمة الله وبركاته
الحمدلله
رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين وبعد
Ini pesan penting untuk menegakkan dakwah,
al-amr bi al-ma'ruf wa al-nahy 'an al-munkar, kalimat beliau ini:
وهو مع ذلك لا يغضب ولا يتمعر وجهه ويحمر لله، فلا يأمر
بالمعروف ولا ينهى عن المنكر
"Namun bersamaan itu dia tidak marah (terhadap
kemungkaran), tidak berubah wajahnya dan tidak memerah karena Allah, lalu dia
tidak menyuruh yang ma'ruf dan tidak pula melarang kemungkaran."
Itu semua menggambarkan sifat buruk, tidak adanya rasa cemburu (ghirah)
terhadap tersebarnya kemungkaran. Ia seperti syaithan bisu (al-syaithan
al-sakit), yang mengetahui kemungkaran perbedaannya dengan kema'rufan, namun
tidak ada atsar dari ibadah fardiyyahnya terhadap semangatnya membela Din
Allah, maka jelas ini merupakan sifat buruk, wal 'iyadzu biLlah.
Frasa "ولا يتمعر وجهه ويحمر لله"
merupakan bentuk majazi (kiasan) dari "tidak adanya rasa ghirah (cemburu) untuk
membela Din Allah” dari tersebarnya berbagai kebatilan dan kemungkaran. Dimana
sifat ghirah tersebut termasuk buah keimanan yang kokoh, dan murni: ingkar
kepada thaghut dan beriman kepada Allah.
Terlebih bagi seorang ahli ibadah yang berilmu. Sebagaimana dipesankan dalam
banyak nas al-Qur'an dan al-Sunnah. Ulama ketika menafsirkan QS. Âli Imrân [3]:
104, menafsirkan kata ummat[un] adalah jama’ah mereka yang berilmu. Sebagaimana
penjelasan Imam al-Raghib al-Ashfahani (w. 502 H) yang mengungkapkan:
وقوله: (ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير) أي: جماعة يتخيرون
العلم والعمل الصالح يكونون أسوة لغيرهم
Dan firman-Nya (Dan hendaklah ada di antara
kalian ummat yang menyeru kepada al-khayr) -kata ummat dalam ayat ini- yakni
sebuah jama’ah yang memiliki keutamaan ilmu dan amal shalih, dan mereka menjadi
teladan bagi orang lainnya.
Ibn Faris (w. 395 H) pun menjelaskan maknanya jamâ’at al-‘ulamâ’. Sehingga
ayat ini, sangat jelas mengandung dorongan yang kuat bagi para ahli ilmu untuk
aktif di tengah-tengah umat, menunaikan tanggung jawabnya mendakwahi penguasa
dan masyarakat, mendorong mereka kepada yang ma’ruf dan mencegahnya dari
kemungkaran.
Orang yang berilmu memiliki pengetahuan untuk
membedakan mana yang ma'ruf dan mana yang mungkar, sebagaimana hadits dari Abu
Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الإِيمَانِ»
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat
kemungkaran maka ubahlah dengan tangan, jika tidak mampu maka ubahlah dengan
lisan, jika tidak mampu maka ubahlah dengan qalbu dan hal itu adalah
selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hibban)
Hadits ini mengandung perintah dakwah,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar kepada siapa saja
yang menyaksikan kemungkaran, kalimat (مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا),
kata kerja lampau (al-fi'l al-mâdhi) "رَأَى"
mengisyaratkan pentingnya ilmu sehingga seseorang bisa "melihat"
yakni mengetahui perkara yang mungkar dalam pandangan Islam, perbedaannya
dengan perkara yang ma’ruf.
Perintah dalam hadits ini, ditandai dengan kalimat
perintah fal yughayyirhu. Yakni
perintah untuk mengubah kemungkaran, dengan mencegah dan melarangnya.
Al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali (w. 975 H) bahkan menegaskan bahwa kalimat (وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الإِيمَانِ) menunjukkan bahwa perbuatan menyuruh kepada yang ma’ruf dan
melarang dari yang mungkar termasuk cabang keimanan.
Jika orang yang berilmu diam, maka adzab dari
Allah akan melingkupi baik orang yang bermaksiat maupun orang yang diam atas
kemaksiatan tersebut, padahal ia mengetahuinya. Dipertegas hadits dari
Hudzaifah Ibn al-Yaman r.a., dari Nabi ﷺ bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ
يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ
لَكُمْ»
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya,
hendaknya kalian beramar ma'ruf dan nahi munkar atau jika tidak niscaya Allâh akan mengirimkan siksa-Nya dari
sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon
kepada-Nya namun do'a kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad, al-Baihaqi)
Hadits ini, diungkapkan dengan banyak penegasan (taukîd), yakni qasam (sumpah
kepada Allah pada kalimat وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ)
dan lam jawab al-qasam, serta nûn al-taukîd al-tsaqîlah pada frasa lata’muranna
dan latanhawanna, yang mempertegas kebenaran informasi dalam hadits, menekankan
pentingnya perbuatan menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang
mungkar, dengan tuntutan wajib berdasarkan keberadaan peringatan keras bagi
siapa saja yang mengabaikan kewajiban ini, yakni kalimat (أَوْ
لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ
فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ),
yakni ancaman dalam dua bentuk: Pertama, Datangnya azab yang tak pandang bulu,
Kedua, Tidak akan dikabulkannya do’a.
Orang yang berilmu tapi tidak mengamalkan ilmunya, tahu
kewajiban mencegah kemungkaran tapi tidak mencegahnya, bisa jadi termasuk dalam
peringatan ayat ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ {٢}
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ {٣}
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. Al-Shaff [61]:
2-3)
Di sisi lain, sikap mengabaikan dakwah, tidak mau mencegah kemungkaran, tidak
diingkari dalam hati, bahkan sebaliknya malah mendukung kemungkaran, ini
merupakan sifat dan sikap buruk kaum Yahudi, yang banyak diisyaratkan dalam
al-Qur'an:
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ
قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ {٦٣}
“Mengapa orang-orang berilmu mereka, pendeta-pendeta
mereka, tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang
haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS. Al-Mâ’idah [5]:
63)
Ayat ini mengandung kritik keras dan peringatan dari-Nya
terhadap kaum pendeta, rahib Yahudi dan Nasrani yang tidak melarang perkataan
mungkar dan perbuatan memakan harta haram. Dimana Allah ﷻ
memvonis perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang sangat buruk, la bi’sa mâ
kânû yashna’ûn, shadaqaLlâh al-’Azhîm, vonis yang benar dari Rabb al-’ Âlamîn,
yang cukup menggetarkan hati orang-orang yang beriman. Lihat pula karakter kaum
kuffâr yang memerangi dakwah Islam, sebagaimana Allah ﷻ
sebutkan dalam firman-Nya QS. Al-Hajj [22]: 72.
Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat-sifat buruk dan menjadikan kita para
da'i yang berilmu dan beramal karena-Nya, meraih keridhaan-Nya. []
والله أعلم بالصواب
وفقنا
الله وإياكم فيما يرضاه ربنا ويحبه
Oleh: Irfan Abu Naveed Al-Atsari
-
Peneliti di Raudhah Tsaqafiyyah Daerah Jawa
Barat
-
Penulis buku kajian tafsir & balaghah
"Menggugah Nafsiyyah Dakwah Berjama'ah"