(Soal Jawab Telegram
Bahasa Arab)
Soal
Assalamu'alaikum wrwb, ustadz..membaca uraian tafsir tematik tsb, terbetik pertanyaan : apa makna dari ungkapan 'an-naas', 'al-basyar' dan 'al-insaan' dalam al-Qur'an yang dlm bhs kita diartikan 'manusia'? Syukran ust sebelumnya.
Jawaban
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمدلله
رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين وبعد
Manusia,
misalnya dalam QS. Al-‘Ashr [103]: 2 diungkapkan dalam bahasa arab dengan diksi
berupa kata al-insân (الإنسان) dimana kata ini merupakan derivat dari kata al-nisyân (النسيان)[1] yang berarti
lupa, karena sebagaimana disebutkan oleh ulama pakar bahasa, Abu Hilal
al-‘Askari (w. 395 H), bahwa nisyân tidak terjadi
kecuali setelah sampainya ilmu maka dikatakan manusia disebut sebagai insân[an] karena ia
(bisa) melupakan apa yang telah diketahuinya.[2]
Dimana kata al-insân, banyak digunakan
al-Qur’an untuk mengungkapkan beragam kelalaian manusia, termasuk kondisi dalam QS. Al-‘Ashr, yakni
dalam kerugian (لفي خسر). Imam Abu al-Baqa’ al-Hanafi (w. 1094 H) menjelaskan:
وَأكْثر مَا أَتَى الْقُرْآن باسم الْإِنْسَان عِنْد ذمّ وَشر
نَحْو: {قتل الْإِنْسَان مَا أكفره} {وَكَانَ الْإِنْسَان عجولا} {يَا أَيهَا الْإِنْسَان
مَا غَرَّك بِرَبِّك الْكَرِيم}
Banyak dari apa
yang al-Qur’an sebutkan dengan nama al-insân ketika disebutkan celaan dan perkara buruk, misalnya: (binasalah manusia (al-insân); alangkah amat sangat kekafirannya?)[3], (Dan
adalah manusia (al-insân) bersifat tergesa-gesa)[4], (Hai
manusia (al-insân) apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka)
terhadap Rabb-mu Yang Maha Pemurah)[5].[6]
Poin
di atas sudah semestinya menjadi bahan muhasabah, karena manusia (human) itu
sendiri, sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji
bermakna:
الإنسان: المخلوق الحي المفكر
للمذكر والمؤنث (human being)
“Al-Insân (manusia)
adalah makhluk yang hidup dan bisa berpikir, (dua jenis) laki-laki dan perempuan.”[7]
Penjelasan hampir serupa dipaparkan dalam al-Mu’jam
al-Wasîth.[8] Artinya
manusia merupakan makhluk yang diberi anugerah bisa berpikir dengan akalnya
yang merupakan potensi kehidupan (al-thâqah al-hayâwiyyah) dari Allah
S.W.T. Potensi ini sudah seharusnya digunakan oleh manusia untuk
mempertimbangkan baik dan buruk pilihannya dan konsekuensi dari pilihannya
tersebut.
Maka lafal الناس adalah jamak taksir dari الإنسان, secara lugas bisa dikatakan menitikberatkan
pada sifat batinnya. Sedangkan lafal البشر lebih kepada sifat fisiknya, yakni kepada sifat
khalq yakni sifat penciptaannya. Dimana kata basyar, disebutkan dalam
banyak kamus arab klasik berkonotasi:
(بشر) ظهور الشيء مع حسن وجمال...وسمي البشر بشرا لظهورهم.
(Basyar) yakni tampaknya sesuatu
dengan keelokkan dan keindahannya... al-basyar dinamakan basyar karena
sifat tampaknya.
Pengertian
di atas disebutkan dalam Maqayis al-Lughah/Majmal al-Lughah karya Ibn Faris dan
juga kamus-kamus arab klasik yang semisalnya, yang juga mengidentikkan kata
basyar dengan sifat fisik terluar (kulit). Hal ini senada dengan julukan yang
diberikan kepada Adam a.s. sebagai Abu al-basyar (nenek moyangnya
manusia) dan isyarat dalam firman-Nya:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَىٰ
نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ ۚ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ
ۖ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ
مِمَّنْ خَلَقَ ۚ يَغْفِرُ
لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ {١٨}
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami
ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah:
"Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah
anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa)
diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan
Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala
sesuatu).” (QS. Al-Mâ'idah [5]: 18)
Perhatikan
potongan kalimat: { بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ
خَلَقَ} yang
mengaitkan kata basyar dengan penciptaan. WaLlâhu a'lam bi al-shawâb.
Irfan Abu Naveed, M.Pd.I
Penulis “Menggugah Nafsiyyah
Dakwah Berjama’ah: Tafsir & Balaghah Ayat-Ayat Qur’aniyyah &
Hadits-Hadits Nabawiyyah”
[1] Abu
Hilal al-Hasan bin ‘Abdullah al-‘Askari, Mu’jam al-Furûq al-Lughawiyyah, Kairo:
Dâr al-‘Ilm wa al-Tsaqâfah, t.t., hlm. 274.
[2] Ibid.
[3] TQS. ‘Abasa [80]: 17
[4] TQS. Al-Isrâ’ [17]: 11
[5] TQS. Al-Infithâr [82]: 6
[6] Abu al-Baqa’ al-Hanafi Ayyub bin Musa
al-Husaini, Al-Kulliyyât Mu’jam fî al-Mushthalahât wa al-Furûq
al-Lughawiyyah, Beirut: Mu’assasat al-Risâlah, t.t., hlm. 200.
[7]
Muhammad Rawwas Qal’ah Ji, Mu’jam Lughat al-Fuqahâ’, Beirut: Dâr
al-Nafâ’is, cet. II, 1408 H, juz I, hlm. 92.
[8] Ibrahim
Mushthafa, Al-Mu’jam al-Wasîth, Dâr al-Da’wah, juz I, hlm. 29.
Comments
Post a Comment