Soal I
Assalamualaikum wr wb..afwan
mau nanya.. Apakah
ada cara Ruqyah utk mengatasi tuyul..ato kalau di daerah kalimantan ada yg
disebut dg kuyang..yg juga bs mngambil uang org? Bahkan uang yg sdh diselipkan
di dlm Qur'an pun bs hilang jg..Di daerah tempat teman saya sering kehilangan
uang scr ghaib...sudah beberapa kali terjadi (hampir 10 bln ini) dan korbannya
ada jg warga sekitar dekat rmh teman sy...syukron jazakillah jawabannya.
Fatma
Maslina, [07.08.16 21:30]
Soal
II
Assalamu'alaikum,
ustadz, ni tmn saya dan ibu nya hbs kehilangan uang dlm satu minggu ini..
Padahal
uangnya sdh disimpan di celengan dan di dompet.. Uang ibu nya hilang 150rb tiap
hr selama satu minggu ini, uang dia hilang sejumlah 4 juta..
Apakah
ini kelakuan makhluk ghaib ya tadz??
Mhn bantuannya ya tadz utk mengatasi hal ini..
Jazk
Hasan,
solo
Jawaban
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله،
وبعد
Pertama,
Terkait
penggambaran sosok tuyul dengan wujud rupanya (gundul, hitam legam,
menyeramkan, dan lain sebagainya) dengan perincian yang tidak bersumber dari
dalil naqli (al-Qur’an dan al-Sunnah), dan hanya bersumber dari mulut ke mulut,
qiila wa qiila dalam film-film horor yang penuh dengan khurafat; maka
seluruh informasi tersebut tertolak, tidak boleh dibenarkan, karena hakikatnya
termasuk khurafat. Kaidah umum berkenaan dengan alam ghaib, termasuk bangsa Jin,
sesuai dengan kaidah syar’iyyah:
ما لا يدركه الحس لا يدركه العقل
"Apa-apa yang tak
terjangkau penginderaan maka tak terjangkau akal"
Apa-apa
yang tak terjangkau oleh penginderaan dalam hal ini maksudnya adalah alam
ghaib, dan Ini mencakup ruang lingkup alam jin, maka ia bukan pembahasan
dalil-dalil 'aqliyyah, tapi dalil-dalil naqliyyah dari al-Qur'an dan al-Sunnah.
Termasuk ketika berbicara mengenai kasus-kasus rinci berkaitan dengan masalah
jin. Jika tak ada dalil naqlinya maka tidak dibahas, dan tak boleh diyakini
karena jika diyakini itu termasuk khurafat.
Apa itu
khurafat? Orang-orang arab jika mendengar perkataan yang tidak ada asal-usulnya
menyebutnya “حديث خرافة” (perkataan
khurafat), dan konotasinya meluas hingga dikatakan untuk perkara-perkara batil:
khurâfât.[1] Ini sejalan
dengan keterangan dalam Kamus al-Shihâh, bahwa al-khurâfât
merupakan perkara-perkara batil (al-abâthîl) dan kedustaan (al-akâdzîb).[2]
Menurut Imam al-Laits sebagaimana dinukil Imam al-Azhari
dalam Tahdzîb al-Lughah yakni:
الْخُرَافةُ: حَدِيث مُسْتَمْلَحٌ كَذِبٌ
Atau dalam istilah lain,
seperti yang disebutkan oleh Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji (w. 1435 H):
الخرافة: ج خرافات، الكلام الذي لا صحة له
“Al-Khurâfat: jamaknya khurâfât yakni perkataan yang tidak
ada kebenaran di dalamnya.”[4]
Kedua, Namun
terkait jin yang mencuri, maka terkait fenomena ini telah disebutkan dalam
hadits shahih. Dalam Shahîh al-Bukhârî, dikabarkan bahwa syaithân golongan
jin pernah mengganggu Abu Hurairah r.a. yang ditugasi Rasûlullâh –shallallâhu
’alayhi wa sallam- menjaga harta zakat, dimana syaithan golongan jin
mencuri harta zakat tersebut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه
– قَالَ وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ
، فَأَتَانِى آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ ، وَقُلْتُ وَاللَّهِ
لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ إِنِّى مُحْتَاجٌ
، وَعَلَىَّ عِيَالٌ ، وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ . قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ
فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ
الْبَارِحَةَ » . قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً
فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ
»
”Dari Abu Hurairah -radhiyallâhu
‘anhu-, ia berkata, Rasulullah -shallallâhu ‘alaihi wa sallam-
pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah). Lalu ada
seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya. Aku pun
mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah -shallallâhu
‘alaihi wa sallam-.” Lalu ia berkata, “Aku ini benar-benar dalam keadaan
butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.” Abu Hurairah r.a.
berkata, “Aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi -shallallâhu ‘alaihi
wa sallam- berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh
tawananmu semalam?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa
dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu
kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.” Nabi -shallallâhu ‘alaihi wa
sallam- bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.”
Peristiwa
tersebut terjadi sebanyak tiga kali (hadits ini panjang), namun di akhir kalimat
disebutkan informasi dari Rasulullah -shallallâhu ‘alaihi wa sallam-
yang bersabda:
« أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ »
“Adapun dia kala itu berkata benar, namun
asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga
malam itu, wahai Abu Hurairah?”
Abu
Hurairah r.a. menjawab, “Tidak”. Nabi -shallallâhu ‘alaihi wa sallam-bersabda:
« ذَاكَ شَيْطَانٌ»
“Ia adalah syaithân.” (HR.
al-Bukhârî dalam Shahîh al-Bukhaari (no. 2187) dan al-Nasa’i dalam ‘Amal
al-Yawm wa al-Laylah (no. 960) dan al-Sunan al-Kubrâ (no. 10729),
lafal al-Bukhari)
Kalimat
terakhir di atas menunjukkan bahwa yang mencuri tersebut adalah syaithan
golongan jin, dimana hal ini mengandung informasi mengenai jin yang mencuri
harta benda milik manusia.
Ketiga, Lalu
bagaimana solusi syar’i menanganinya?
Hadits
di atas pun mengandung informasi mengenai solusi mengatasi gangguan jin, yakni
dalam perincian:
فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو
مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – ، وَهَذَا آخِرُ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ تَعُودُ ثُمَّ
تَعُودُ . قَالَ دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا . قُلْتُ
مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ
لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى
تُصْبِحَ . فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا ، فَخَلَّيْتُ
سَبِيلَهُ . قَالَ « مَا هِىَ » . قُلْتُ قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ
فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ
حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى
الْخَيْرِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ
وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ
» . قَالَ لاَ . قَالَ « ذَاكَ شَيْطَانٌ »
”Pada hari ketiga, aku terus
mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu mengambilnya. Aku pun
mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah -shallallâhu
‘alaihi wa sallam-. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan tidak akan
kembali namun ternyata masih kembali. Ia pun berkata, “Biarkan aku. Aku akan
mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Hurairah bertanya,
“Apa itu?” Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah
ayat kursi ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau
menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan
setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun
melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah -shallallâhu ‘alaihi wa
sallam- bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” Abu
Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu
kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun
melepaskan dirinya.” Nabi -shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bertanya, “Apa
kalimat tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku
hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai
yaitu bacaan ‘Allâhu lâ ilâha illa huwal hayyul qoyyûm’ (ayat
kursi-pen.). Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku
dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih
semangat dalam melakukan kebaikan.” Nabi -shallallâhu ‘alaihi wa sallam-
pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta.
Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu
Hurairah?” “Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi -shallallâhu ‘alaihi wa sallam-
berkata, “Dia adalah setan.”
Yakni
dengan cara membaca ayat kursi di rumah, dalam perinciannya, pembacaan ayat
kursi untuk menangkal gangguan semacam ini dilakukan dalam bentuk ruqyah untuk
tempat. Dan hal itu sudah al-faqir jelaskan di sini: http://www.irfanabunaveed.net/2015/05/tips-jitu-meruqyah-tempat-rumah-tempat.html
[1]
‘Abdurrahman bin Abi Bakr Jalaluddin al-Suyuthi, Nawâhid al-Abkâr wa
Syawârid al-Afkâr (Hasyiyyah al-Syuyûthiy ‘alâ Tafsîr al-Baydhâwiy), KSA:
Jâmi’ah Umm al-Qurâ’, 1424 H, juz III, hlm. 343.
[2]
Ibid.
[3] Muhammad
bin Ahmad bin al-Azhari, Tahdzîb al-Lughah, Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâts
al-‘Arabi, cet. I, 2001, juz VII, hlm. 151; Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il
al-Mursi, Al-Mukhashshish, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabiy, cet.
I, 1417 H, juz IV, hlm. 5.
[4] Prof. Dr.
Muhammad Rawwas Qal’ah Ji dkk, Mu’jam Lughat al-Fuqahâ’, Beirut: Dâr
al-Nafâ’is, cet. II, 1408 H, hlm. 194.
Comments
Post a Comment