
Link Bergabung dengan Grup Forum Kajian Tsaqafah: Link
Soal
Assalamu alaikum, tanya tadz,
bagaimana dengan tasbih? Tasbih juga kan di pakai umat budha, termasuk
madaniyah apa?
Toip S
Jawaban
Wa'alaykumussalam,wr,wb.
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره ونعوذ
بالله من شرور أنفسنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله
إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله والصّلاة والسّلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه
ومن والاه، وبعد
Terkait benda yang dinamakan “tasbih” baik
dari bahan kayu, batu kerikil atau plastik, sejauh pengetahuan al-faqir ia
tidak serta merta tergolong benda khusus (madaniyyah khâshah) Budha atau
Hindu, karena:
Pertama, Terdapat perbedaan mencakup bacaan yang dibaca, filosofi
jumlah biji, dan namanya:
Penggunaan biji tasbih
pertama kali dapat ditelusuri ke agama Hindu, mereka menyebutnya dengan nama
japa mala. Japa adalah mengulang nama dari seorang dewa atau mantra. Mala
(Sanskrit: माला mālā) berarti
"karangan bunga", baik karangan bunga untuk dekorasi atau untuk
diletakkan dimakam (Inggris: wreath), atau karangan bunga yang dikenakan diatas
kepala (garland).
Japa mala digunakan
untuk mengulang bacaan mantra, untuk bentuk lain dari sadhana atau
"latihan spiritual" dan sebagai bantuan dari meditasi. Jumlah mala
paling umum memiliki 108 manik-manik. Bahan baku yang paling sering digunakan
untuk membuat manik-manik adalah biji rudraksha sering digunakan oleh Saiwa dan
tanaman ruku-ruku batang (digunakan oleh Waisnawa). (Lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Biji_tasbih: bisa dicek
referensinya)
Rudraksha adalah cemara besar berdaun lebar yang bijinya secara tradisional digunakan sebagai ”tasbih” dalam agama Hindu. (Lihat: indahcraft.net)
Sedangkan kaum muslimin umumnya menyebut benda yang dirangkai tersebut dengan nama tasbih yang mengandung konotasi perbuatan menyucikan Allah, dengan rangkaian berjumlah ganjil yang didasarkan pada filosofi sesuai dengan anjuran dalam bacaan zikir yang dibaca ganjil.
Maka jelas tidak ada
kesamaan, yang diharamkan dalam hal ini adalah jika seorang muslim menggunakan
benda yang dirangkai ini dengan menyerupai keyakinan kaum musyrikin berikut
jumlahnya yang didasarkan pada filosofi mereka.
Dan apa yang dibaca jelas berbeda antara Islam dan agama kaum musyrikin.
Kedua, Karena ada keterangan
hadits-hadits yang mengisyaratkan adanya penggunaan benda seperti itu di masa
salaf, didukung penjelasan para ulama terkait. Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya
menuliskan satu bab. (التّسْبِيح
بالحصى) yakni zikir tasbih dengan menggunakan batu kerikil.
Dalam hadits dari Sa’id
bin Abi Waqqash r.a., bahwa ia bersama Rasulullah –shallallâhu ’alayhi wa
sallam- melihat seorang wanita di tangannya ada biji-bijian atau batu
kerikil, dimana ia bertasbih dengannya, lalu Rasulullah –shallallâhu ’alayhi
wa sallam- bersabda:
«أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ
عَلَيْكُمْ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ؟ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ،
وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الْأَرْضِ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ
مَا بَيْنَ ذَلِكَ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
مِثْلَ ذَلِكَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِثْلَ
ذَلِكَ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ»
“Maukah
aku beritahu engkau cara yang lebih mudah dari ini atau lebih utama? (Bacalah):
“Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa Fi as-Sama’, Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa Fi
al-Ardl, Subhanallah ‘Adada Ma Baina Dzalika, Subhanallah ‘Adada Ma Huwa
Khaliq”, (Subhanallah -maha suci Allah- sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di
langit, Subhanallah sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di bumi, Subhanallah
sebanyak makhluk yang Dia ciptakan di antara langit dan bumi, Subhanallah
sebanyak semua makhluk yang Dia ciptakan). Kemudian baca “Allahu Akbar”
seperti itu. Lalu baca “Alhamdulillah” seperti itu. Dan baca “La Ilaha
Illallah” seperti itu. Serta baca “La Hawla Wala Quwwata Illa Billah” seperti
itu. (HR. Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya
(no. 3568); ia mengatakan: ”Hadits hasan gharib dari Sa’ad bin Abi Waqqash
r.a.”, Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 1502), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (no.
837); Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: ”Para perawinya perawi shahih”,
al-Hakim dalam al-Mustadrak ’alaa al-Shahiihayn; Syu’aib al-Arna’uth mengomentari
bahwa al-Hakim menshahihkannya dan al-Dzahabi menyetujuinya)
Dan jika kita
telusuri penjelasan para ulama terkait, kita akan menemukan di antaranya
menegaskan kebolehan menggunakan benda tasbih ini ketika zikir, sebagaimana
penjelasan sebagian di antara mereka:
Syaikh Mulla ‘Ali al-Qari ketika menjelaskan hadits Sa’d ibn Abi Waqqash di atas, dalam kitab Syarh al-Misykat, menuliskan sebagai berikut:
(تُسَبِّحُ) أَيِ: الْمَرْأَةُ (بِهِ) أَيْ: بِمَا
ذَكَرَ مِنَ النَّوَى أَوِ الْحَصَى، وَهَذَا أَصْلٌ صَحِيحٌ لِتَجْوِيزِ السِّبْحَةِ
بِتَقْرِيرِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَإِنَّهُ فِي مَعْنَاهَا، إِذْ
لَا فَرْقَ بَيْنَ الْمَنْظُومَةِ وَالْمَنْثُورَةِ فِيمَا يُعَدُّ بِهِ
”(Tusabbihu) yakni perempuan tersebut (bihi)
yakni dengan hal yang disebutkan berupa biji-bijian atau biji kerikil, dan
hadits ini merupakan dasar yang shahih untuk memperbolehkan penggunaan tasbih,
karena tasbih ini semakna dengan biji-bijian dan kerikil tersebut. Karena tidak
ada bedanya antara yang tersusun rapi (diuntai dengan tali) atau yang terpencar
(tidak teruntai) bahwa setiap itu semua adalah alat untuk menghitung dzikir.”
(Al-Mulla Ali al-Qari, Mirqât al-Mafâtih Syarh Misykât al-Mashâbih, Beirut:
Dar al-Fikr, cet. I, 1422 H, juz IV, hlm. 1601)
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz al-Najdi (w. 1376
H):
فيه: دليل على أنَّ التسبيح بغير الأصابع جائز. لأن النبي
- صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لم ينهها عن ذلك، لكنه دلّها على ما هو أفضل منه.
”Di dalamnya
terdapat dalil bahwa (penggunaan) biji tasbih selain menggunakan jari hukumnya
boleh. Karena Nabi –shallallahu ’alayhi wa sallam- tidak melarang perempuan
tersebut dari hal itu, akan tetapi (hanya) menunjukkan apa yang lebih utama darinya.” (Faishal bin Abdul Aziz al-Najdi, Tathriz Riyâdh al-Shâlihin,
Riyadh: Dar al-’Ashimah, cet. I, 1423 H, juz I, hlm. 787)
Dan penjelasan
lainnya, berikut dalil-dalil lainnya.
Al-Faqir Ilallâh Irfan Abu Naveed
Wallâhu a’lam bi al-shawâb []
Comments
Post a Comment