
Afwan.. ana ingin menanyakan terkait wangian dri loundri pada pakaian, padahal seorang wanita tidak boleh memakai wangi"an dn tdak boleh meninggalkan harum ketika wanita itu sudah lewat. Bagaimana juga dengan mxxxx, dxxx dan yg sejenisnya... Dan kadar alkohol etil apakah masih boleh untuk digunakan??
Syukron
Sdri. Nurwidya H
Sdri. Nurwidya H
Jawaban
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله والصّلاة والسّلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه، وبعد
Terkait
pemakaian wewangian pada pakaian maka setidaknya ada dua hal yang mesti
diperhatikan:
Pertama, Kandungan dzat dari parfum untuk
pakaian tersebut, sebagaimana sudah kami jelaskan di muka, tidak boleh
mengandung khamr (alkohol ethanol). Sebagaimana penjelasan KH. Shiddiq al-Jawi:
"Bahwa
Khamr itu sendiri menurut istilah syar’i adalah setiap minuman yang memabukkan.
(Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hal. 25). Di masa kini lalu
diketahui, unsur yang memabukkan itu adalah alkohol (etanol, C2H5OH). Maka
dalam istilah teknis kimia, khamr didefinisikan sebagai setiap minuman yang
mengandung alkohol (etanol) baik kadarnya sedikit maupun banyak. (Abu Malik
Al-Dhumairi, Fathul Ghafur fi Isti’mal Al-Kuhul Ma’a al-‘Uthur, hal.
13)."
Hal itu bisa diteliti dengan memerhatikan komposisi pada kemasan produk terkait, misalnya pada produk tertentu tidak terdapat ethyl alcohol tapi dicantumkan diethyl ester dan dimethyl ammonium, yang keduanya -menurut salah seorang ustadz yang juga memperdalam bidang Kimia, Ust Taofik Andi- menurutnya bukan jenis keluarga alkohol, jadi tidak najis.
Kedua, Dan khusus bagi kaum muslimah, ada syarat lainnya yang perlu ditinjau jika ia keluar rumah (atau ada pria asing, bukan suami), yakni tidak boleh mengenakan parfum yang tercium menyengat wanginya, menarik perhatian kaum lelaki. Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., Rasulullah -shallallahu 'alayhi wa sallam- bersabda:
Kedua, Dan khusus bagi kaum muslimah, ada syarat lainnya yang perlu ditinjau jika ia keluar rumah (atau ada pria asing, bukan suami), yakni tidak boleh mengenakan parfum yang tercium menyengat wanginya, menarik perhatian kaum lelaki. Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., Rasulullah -shallallahu 'alayhi wa sallam- bersabda:
«أَيُّمَا امْرَأَةٍ
اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
“Seorang wanita yang mengenakan
wewangian, kemudian berjalan melewati sekelompok kaum (kaum pria) agar mereka
mencium bau harumnya, maka wanita tersebut adalah seorang pezina.” (HR. Ahmad
dalam Musnad-nya (no. 19747) Syu'aib al-Arna'uth dkk mengomentari hadits ini
sanadnya baik)
Imam al-Darimi pun dalam Sunan-nya
meriwayatkan hadits ini dalam Bab ke-25 (فِي النَّهْىِ عَنِ
الطِّيبِ إِذَا خَرَجَتْ), hadits no. 2850, yakni dalam bab larangan
atas parfum jika seorang perempuan keluar rumah.
Dan
dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban, ada tambahan redaksi (kullu 'ayn
zaniyyah):
«أَيُّمَا امْرَأَةٍ
اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ، وَكُلُّ
عَيْنٍ زَانِيَةٌ»
“Seorang wanita yang mengenakan wewangian, kemudian berjalan melewati
sekelompok kaum (kaum pria) agar mereka mencium bau harumnya, maka wanita
tersebut adalah seorang pezina, dan setiap pandangan mata tersebut adalah
(pandangan) zina." (HR. Ibnu
Hibban dalam Shahih-nya (no. 4424) Syu'aib al-Arna'uth mengomentari
sanadnya kuat, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (no. 3497) Al-Hakim berkata: ”Hadits
ini sanadnya shahih meski al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya” dan al-Hafizh
al-Dzahabi mengomentari: ”shahih”)
Yang
dilarang dalam hal ini adalah parfum yang memang parfum yang wanginya tercium
jika perempuan tersebut berjalan, Imam al-Manawi (w. 1031 H) pun ketika
menjelaskan hadits di atas menuturkan:
(أَيّمَا
امْرَأَة استعطرت) أَي اسْتعْملت الْعطر أَي الطّيب يَعْنِي مَا ظهر رِيحه مِنْهُ
(ثمَّ خرجت) من بَيتهَا (فمرّت على قوم) من الْأَجَانِب (ليجدوا رِيحهَا) أَي بِقصد
ذَلِك (فَهِيَ زَانِيَة) أَي عَلَيْهَا مثل إِثْم الزَّانِيَة
“Makna (أَيّمَا امْرَأَة استعطرت) yakni yang wanita yang
memakai ‘ithr yakni wangi-wangian, yakni yang jelas tercium wangi tersebut
darinya (ثمَّ خرجت) dari rumahnya (فمرّت على قوم) dari kaum pria ajnabi (bukan suami, mahram) (ليجدوا رِيحهَا) yakni dengan maksud seperti itu (agar kaum laki-laki
mencium wanginya) (فَهِيَ زَانِيَة) yakni wanita tersebut
menyerupai dosa pezina.” (Abdurra’uf bin Tajul Arifin al-Manawi, Al-Taysiir
bi Syarh al-Jaami’ al-Shaghiir, Riyadh: Maktabat al-Imam al-Syafi’i, cet.
III, 1408 H, juz I, hlm. 412)
Dan hadits
ini, menurut Imam al-Manawi mengandung aspek mubalaghah (unsur penguatan)
atas peringatan perbuatan mengenakan parfum tersebut, yang mengisyaratkan bahwa
wangi yang tercium dari kaum wanita tersebut yang nb menarik perhatian syahwat
kaum pria, bisa menjadi pengantar zina. Dalam ilmu ushul menunjukkan bahwa redaksi ini merupakan qarinah (indikasi) larangan atasnya.
Dikecualikan
dari poin di atas adalah boleh bahkan baik jika mengenakan parfum yang wanginya
tercium ketika berdua dihadapan suaminya.
Adapun
dalam kasus pewangi pakaian seperti softener, jika kita teliti –dan memang
kami pakai juga- jika mengenakan pelembut (softener) yang mengandung sedikit
pengharum pakaian, dimana wanginya sekedar membuat pakaian tidak bau apek,
tidak sampai tercium wanginya ketika berjalan, termasuk ketika dipakai kaum
wanita ketika melewati kaum pria misalnya, tidak pula mengandung dzat yang
berbahaya dan tidak mengandung khamr maka hemat saya hukumnya boleh-boleh
saja.
Hal itu
sebagaimana hadits dari Imran bin al-Hushain r.a., bahwa Rasulullah –shallallahu
’alayhi wa sallam- bersabda:
«إِنَّ خَيْرَ طِيبِ
الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ، وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ
لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيحُهُ»
“Sesungguhnya sebaik-baiknya parfum kaum pria adalah apa yang tampak
wanginya namun samar warnanya, dan sebaik-baik parfum bagi kaum wanita adalah
apa-apa yang tampak warnanya namun samar baunya.” (HR. Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 2788) Abu Isa berkata: ”Hadits
ini hasan gharib dari jalur ini.”)
Kesimpulan
saya di atas, sebagaimana penjelasan para ulama atas syarh hadits di atas. Di sisi
lain yang menjadi PR di zaman ini, ketika kita dalam kehidupan liberal, jauh
dari penerapan Islam dalam kehidupan, kaum muslimah banyak yang bebas lepas
mengenakan parfum yang menyengat baunya untuk menarik syahwat kaum pria, mereka menampakkan aurat di ruang-ruang publik, kaum pria dan kaum wanita bergaul bebas di ruang-ruang publik, tidak ada
pendidikan komperhensif dari negara dan tidak ada sanksi dari penguasa atas kemaksiatan itu semua, dan
kita menyaksikan bagaimana kaum munafikin mendukung kemaksiatan itu semua atas
nama kesetaraan gender, ini merupakan fitnah yang terjadi ketika kita jauh dari
kehidupan Islam di bawah naungan al-Khilafah.
والله أعلم بالصواب
Comments
Post a Comment