Oleh: Irfan Abu Naveed
S
|
ecara global AS telah lama melancarkan program “Demokratisasi Dunia”. AS
menghendaki seluruh Negara di Dunia ini menjalankan kehidupan Demokratis
seperti yang mereka ajarkan. Untuk menunjang program itu, berbagai kegiatan
dilakukan. Beberapa kalangan terpelajar dari berbagai Negara diberi kesempatan
mengunjungi AS untuk melihat bagaimana kehidupan Demokrasi di sana. Berbagai
buku tentang Demokrasi diterjemahkan ke bahasa Nasional Negara yang menjadi
sasaran. Indonesia ialah salah satunya. Salah satu buku kecil yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Apakah Demokrasi Itu? Buku ini
merupakan terjemahan dari buku kecil yang berjudul What is Democracy? Booklet
ini disebarkan ke berbagai kalangan oleh USIA (United States Information
Agency). Dengan buku itu dan buku lain yang sejenis, AS ingin memberikan
wawasan tentang Demokrasi. Dengan demikian, secara lingkungan eksternal,
Indonesia memungkinkan telah terpengaruh Demokrasi. Point-point di bawah
ini untuk membantu mempermudah penilaian obyektif[1]:
Di AS ada sebuah
semboyan Demokrasi yang terkenal: “The Golden Rule of Democracy is Those who
have Golds are Ruler” (aturan emas dari Demokrasi ialah siapa yang memiliki
emas (uang), dialah penguasa), semboyan yang benar-benar Kapitalistik!
Walter Lippman
mengungkapkan bahwa para Birokrat (penguasa) mengabdi secara khusus dan rahasia
kepada para Kapitalis (pemilik modal) mereka bertugas memelihara anggapan umum
mayoritas masyarakat awam bahwa mereka (masyarakat awam) mengelola kekuatan
Demokrasinya, padahal sesungguhnya tidak.
Reynold
mengutip ringkasan, The Report called “Civil Democratic Islam: partners,
resources and strategies”, yang dipublikasikan oleh the Rand Corporation dengan
bantuan dana dari the Smith Richardson Foundation, dalam laporan ini kelompok
fundamentalis dimaknai sebagai : pihak yang menolak nilai-nilai Demokrasi dan
kultur budaya barat Kontemporer, menginginkan Negara otoritarian dan puritan
yang ingin mewujudkan pandangan ekstrem mereka tentang Hukum Islam dan
nilai-nilai moral Islam.
Dalam makalah “Keamanan Internasional Abad Ke-21” oleh Juwono Sudarsono
-Guru besar Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia-.[2]:
“Karena Amerika Serikat demikian unggul dalam percaturan internasional pada
awal abad ke-21 ini, dua pemikir terkemuka, Henry Kissinger dan Robert Mc
Namara, merisaukan peran Amerika dimasa mendatang. Akankah Amerika menjadi
pemimpin dunia dalam arti yang luhur, yakni mengajak bangsa-bangsa lain untuk menggalang
perdamaian dan kemakumuran dengan membagi-bagi berkah ilmu dan teknologi yang
diterimanya sebagai keniscayaan sejarah? Ataukah Amerika akan menjadi
kemaharajaan, dengan menghalau setiap calon pesaing yang tampil dipentas dunia
dengan mengandalkan kekuatan politik, ekonomi dan teknologi militernya?”
Apa yang dirisaukan para pemikir barat ini memang
terjadi. AS dengan ide-ide kufurnya, salah satunya Demokrasi, selalu merasa
benar sendiri dan menuduh kelompok anti Demokrasi, anti Pluralisme sebagai
teroris (fundamentalis). Demokrasi tidak berlaku jika bertentangan dengan
kepentingan, faktanya di Negara-Negara ’Maestro Demokrasi’ (AS dan
sekutu-sekutunya), Demokrasi hanya dijadikan sebagai salah satu senjata ampuh
(manuver politik) untuk menyembunyikan Imperialisme Ideologis mereka.
Presiden AS, George W Bush sendiri dalam pidato
kenegaraan, menyatakan: “Jika kita mau melindungi Negara kita dalam jangka
panjang, hal yang terbaik yang dilakukan ialah menyebarkan kebebasan dan
Demokrasi”*. Sebelumnya, Bush menekankan
pentingnya Demokratisasi Timur Tengah.
Richard P. dalam
New York Observer edisi 17 September 2001, menulis: “Sungguh, Amerika adalah
Imperium Kapitalisme Demokrasi.”
Mantan Presiden AS, Georde W. Bush Junior pada
tahun 2003 menyatakan: “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang,
hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi”.[3] George
W. Bush pun dalam “The National Endowment for Democracy” (Kamis 6/11/2003)
menyatakan: “Selama kebebasan (freedom) belum tumbuh di Timur Tengah, kawasan
itu akan tetap menjadi wilayah stagnan (jumud), peng’ekskpor’ kekerasan,
termasuk menjadi tempat penyebaran senjata yang membahayakan negara AS.”[4]
Presiden AS Barack Obama yang disambut gembira
sebagai pemimpin berwajah baru yang membawa hope (harapan), ternyata tak lebih
baik dari pendahulunya George W. Bush Junior, bahkan bisa dikatakan lebih
berbahaya sebagai musuh berwajah ramah bagi Islam dan kaum muslimin, dalam
kampanyenya ia mendeklarasikan akan menarik sebagian pasukan AS dari Irak, tapi
mengirim tambahan pasukan tempur ke Afganistan. Maka kian nyata bahwa Politik
Luar Negeri AS di bawah kepemimpinan Obama tetap imperialistic. Dalam sebuah
acara yang disponsori Kedutaan Besar Israel di Washington untuk mengagungkan
hari deklarasi Negara Israel yang ke-60. Obama menyatakan: “Saya berjanji
kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang bisa saya lakukan dalam
kapasitas apapun untuk tak hanya menjamin keamanan Israel tapi juga menjamin
bahwa rakyat Israel bisa maju, makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60
tahun lalu.”[5]
Obama dalam pidato resminya pun menyatakan: “Saya
akan melakukan apapun jika menyangkut keamanan Israel. Saya pikir ini hal yang
fundamental. Saya kira ini menyangkut kepentingan AS karena hubungan kami yang
istimewa, karena Israel tidak hanya telah membangun demokrasi di wilayah itu
(Palestina) tapi juga merupakan sekutu terdekat dan loyal kepada kita.”
(Barrack Obama, 2009). Dan dalam pidatonya, Obama bersumpah untuk melindungi
rakyat Amerika dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Amerika. Obama
mengatakan senjata yang paling ampuh adalah sistem keyakinan Amerika seperti kebebasan, inilah akan membuat AS
aman.
Setelah jelas perkaranya seterang cahaya mentari,
masihkah berupaya menjustifikasi Demokrasi?! []
[2] Makalah tersebut
disampaikannya pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, mengangkat tema:
Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI,
di Denpasar tanggal 14 -18 Juli 2003.
[5] Farid Wajdi, Menantang Amerika: Menyingkap Imperialisme
Amerika di Bawah Obama, Bogor: Al-Azhar Press, cet. I, 2010
Comments
Post a Comment