Terjemah & Ta'liq: Irfan Abu Naveed
“Dan
sungguh dahulu syaithan-syaithan golongan jin sebelum Islam (turun risalah
Islam-pen.) mencuri dengar berita dari langit dan mencampuradukkan di dalamnya
beragam jenis kedustaan dan membisikkannya kepada sekutu-sekutu mereka:
فَيَسْتَخْبِرُ بَعْضُ أَهْلِ السَّمَاوَاتِ
بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغَ الْخَبَرُ هَذِهِ السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَتَخْطَفُ الْجِنُّ
السَّمْعَ فَيَقْذِفُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ وَيُرْمَوْنَ بِهِ فَمَا جَاءُوا بِهِ
عَلَى وَجْهِهِ فَهُوَ حَقٌّ وَلَكِنَّهُمْ يَقْرِفُونَ فِيهِ وَيَزِيدُونَ
”Maka malaikat penghuni langit
dunia saling bertanya pula di antara sesama mereka, sehingga berita tersebut
sampai ke langit dunia. Maka para jin berusaha mencuri dengar, lalu mereka
sampaikan kepada wali-walinya (tukang sihir). Sehingga mereka dilempar dengan
bintang-bintang tersebut. Berita itu mereka bawa dalam bentuk yang utuh, yaitu
yang sebenarnya tetapi mereka campur dengan kebohongan dan mereka
tambah-tambahkan.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan makna (يقرفون): ”Mereka
(para jin) mencampurkan di dalamnya kedustaan”)[1]
Dan sungguh, para jin telah
dihalangi dari perbuatan mencuri dengar berita langit setelah turunnya risalah
Islam.
{وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ
مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ ۖ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا
رَصَدًا}
”Dan
sesungguhnya Kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk
mendengar-dengarkan (berita-beritanya), akan tetapi sekarang siapa saja yang
(mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang
mengintai (untuk membakarnya).”
(QS. Al-Jin [72]: 9)[2]
Catatan Tambahan
Irfan Abu Naveed:
Pertama,
Mengenai hadits yang dinukil al-Syaikh di atas:
Jika dirinci
hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim dalam Shahiih-nya, Al-Nasa’i dalam
Al-Sunan al-Kubraa’, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, Al-Baihaqi dalam Al-Sunan
al-Kubraa’; Lihat: Muslim bin al-Hijaj al-Naisaburi, Shahiih Muslim, Beirut:
Daar al-Jiil, juz VII, hlm. 36, hadits no. 5877; Abu ’Abdurrahman Ahmad bin
Syu’aib al-Nasa’i, Al-Sunan al-Kubraa’, Ed: Syu’aib al-Arna’uth, Beirut:
Mu’assasat al-Risaalah, cet. I, 1421 H/2001, juz X, hlm. 142, hadits no.
11.208; Abu Nu’aim Ahmad bin ’Abdullah al-Ashbahani, Hilyat al-Awliyaa’ wa
Thabaqaat al-Ashfiyaa’, Beirut: Daar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1409 H, juz III,
hlm. 143; Ahmad bin al-Husain bin ’Ali Al-Baihaqi, Al-Sunan al-Kubraa’, Beirut:
Daar al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. III, 1424 H, juz VIII, hlm. 238, hadits no.
16.512.
Kedua, Apa
yang dijelaskan al-Syaikh sesuai dengan firman-Nya:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَىٰ مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ
{٢٢١} تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ {٢٢٢}
“Apakah akan
Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap
pendusta lagi yang banyak dosa.”
(QS. Al-Syu’araa [26]: 221-222)
Al-Hafizh
Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H) ketika menafsirkan ayat ini menukil pendapat
Qatadah yang menegaskan bahwa kulli affaak[in] atsiim[in] yakni para
dukun dimana para jin mencuri dengar berita langit kemudian mendatangi
sekutu-sekutu mereka dari kalangan manusia.[3]
Al-Hafizh
Ibnu Katsir (w. 774 H) pun menjadikan kuhhân (para dukun) sebagai salah
satu contoh golongan para pendusta nan fasik dimana syaithan-syaithan turun
kepada mereka.[4]
Ketiga,
Mengenai pernyataan
al-Syaikh bahwa para jin telah dihalangi dari perbuatan mencuri dengar berita
langit setelah turunnya risalah Islam, hal senada banyak diungkapkan para ulama
dalam kitab-kitab tafsir mereka. Dan mengenai terhalangnya jin mencuri dengar berita
langit pasca risalah Islam, ini pula yang menjadi pendapat Imam al-Zuhri,
sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Sibli, setelah menukil dalil hadits di atas
ia berkata:
وَفِي هَذَا دَلِيل على مَا قدمْنَاهُ من أَن
الْقَذْف بالنجوم قد كَانَ قَدِيما وَلكنه إِذْ بعث رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ
وَسلم غلظ وشدد كَمَا قَالَ الزُّهْرِيّ ملئت السَّمَاء حرسا شَدِيدا وشهبا
“Dalam hadits ini terdapat dalil atas apa yang
telah kami ketengahkan bahwa klaim (ramalan) dengan nujum telah ada di zaman
dahulu namun perbuatan itu saat ini ketika telah diutusnya Rasulullah SAW maka
menjadi hal yang sangat berat dan sukar. Sebagaimana perkataan al-Zuhri, bahwa
langit penuh dengan penjagaan kuat dan panah api.”[5]
[1] ‘Atha bin Khalil Abu
al-Rasytah, Al-Taysîr fî Ushûl Al-Tafsîr, Beirut: Dâr al-Ummah, Cet. II,
1427 H, hlm. 113-114.
[2] Ibid.
[3] Muhammad bin Jarir bin
Yazid Al-Thabari, Jaami’ al-Bayaan ‘an Ta’wiil al-Qur’aan, Daar Hijr,
cet. I, 1422 H/2001, juz ke-19, hlm. 414.
[4] (Abu al-Fida’ Isma’il bin
‘Umar bin Katsir, Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim, Beirut: Daar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, cet. I, 1419 H, juz VI, hlm. 155.
[5] Muhammad bin ’Abdullah
al-Syibliy, Aakaam al-Marjaan fii Ahkaam al-Jaan, Ed: Ibrahim Muhammad
al-Jamal, Kairo: Maktabah al-Qur’an, hlm. 179.
Comments
Post a Comment