M
|
engambil faidah dari
penjelasan luar biasa al-Qadhi Taqiyuddin al-Nabhani -rahimahullah- yang telah
merinci pembahasan al-Hadhaarah wa al-Madaniyyah, kita bisa memahami
hukum atribut-atribut natal dan perayaan agama kufur lainnya. Al-Qadhi
Taqiyuddin al-Nabhani telah merinci pembahasan ini dengan cukup mapan berkenaan
dengan al-Hadhaarah wa al-Madaniyyah. Yang dimaksud dengan hadhaarah
dan madaniyyah adalah:
الحضارة هي مجموع المفاهيم عن الحياة، والمدنية هي الاشكال المادية
للاشياء المحسوسة التي تستعمل في شؤون الحياة
”Al-Hadhaarah adalah sekumpulan
pemahaman tentang kehidupan, sedangkan al-madaniyyah adalah
bentuk-bentuk materi berupa benda yang terindera yang digunakan dalam
urusan-urusan kehidupan.”[1]
Al-Nabhani pun merinci bahwa hadharah
(peradaban) itu merupakan perkara yang pasti khash, yakni berasal dari sudut
pandang akidah tertentu, misalnya al-hadhaarah al-gharbiyyah (peradaban
Barat) yang diwakili oleh dua ideologi kufur yakni kapitalisme dan komunisme,
dan al-hadhaarah al-islaamiyyah (peradaban Islam) yakni tergambar dalam ideologi
Islam.
Sedangkan
madaniyyah yakni berupa benda-benda materi yang digunakan oleh manusia
maka terbagi menjadi dua[2]:
Pertama, Madaniyyah yang khash
yakni tidak bebas nilai dan mengandung filosofi akidah tertentu berasal dari
peradaban tertentu, seperti patung, kalung salib dan lain sebagainya.
Kedua, Madaniyyah yang
sifatnya umum, bebas nilai dan tidak mengandung filosofi akidah tertentu, tidak
khusus bagi umat agama tertentu seperti sains dan hasil industri.
Dan jika kita telusuri, jelas bahwa
atribut-atribut natal dengan beragam ornamennya, warna dan bentuknya termasuk
madaniyyah yang khash, sifatnya khusus. Misalnya atribut-atribut khusus natal
seperti atribut Sinterklas berupa satu set pakaian, topinya, hiasan
pohon-pohonnya, termasuk kalung salib dan lain sebagainya. Hal itu sebagaimana
pengakuan dalam literatur-literatur atau tulisan-tulisan kaum nasrani, terlepas
adanya perincian mengenai asal-usulnya, misalnya tentang pohon natal dalam
situs kabarinews.com (16/12/2008) disebutkan:
Setiap perayaan Natal, simbol pohon Natal dengan bintang
di pucuknya, seolah tak bisa dilepaskan. Pohon natal atau pohon cemara
sebetulnya bukan suatu keharusan dalam merayakan Natal. Hanya saja filosofi
pohon natal (cemara) yang daunnya tetap tumbuh hijau meski dilanda salju, dan
pucuknya yang menjulang menuju ke langit, menjadi simbol rohani umat Kristiani.
Mereka juga mengingkan hidup mereka bak pohon cemara, yang selalu memberikan
kesaksian indah bagi orang lain, atau “evergreen”.
Maka
dengan memahami kaidah yang disebutkan oleh al-Qadhi Taqiyuddin al-Nabhani di
atas, kita bisa menghukumi dan menyimpulkan bahwa atribut-atribut ini termasuk
madaniyyah yang khash yakni lahir dari akidah tertentu, berkaitan dengan ciri
khusus agama tertentu.
Dan
bagaimana hukumnya? Al-Qadhi Taqiyuddin al-Nabhani menegaskan keharaman
menggunakan dan mengadopsinya.[3]
Mengenakannya bagian dari perbuatan menyerupai orang kafir yang telah tegas
diharamkan syari’ah. Allah al-Musta’ân.
Comments
Post a Comment